Jumat, 18 November 2011

CONTOH PELANGGARAN KASUS HAM


Ibu Tuti Menangis, Minta Anaknya Dipulangkan
Perilaku majikan yang kerap melecehkan tak jadi pertimbangan hukum bagi Tuti.
Jum'at, 11 November 2011, 13:01 WIB
Elin Yunita Kristanti, Syahrul Ansyari
Rieke Dyah Pitaloka Dengan Keluarga Tuti Tursilawati (VIVAnews/Anhar Rizki Affandi)
BERITA TERKAIT
VIVAnews - Ibu Tenaga Kerja Indonesia Tuti Tursilawati, Iti Sarniti tidak dapat menahan air matanya ketika menyambangi para wartawan di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat 11 November 2011. Tidak banyak kata yang dapat dia sampaikan, dia hanya memohon putrinya diselamatkan dari hukuman pancung yang menantinya.

"Yang bisa kami sampaikan saya mohon selamatkan anak saya, kembalikan anak saya, karena dia berangkat selamat mudah-mudahan pulang juga selamat," ucapnya tersedu-sedu.

Iti yang datang dengan ayah Tuti, Warjuki, ditemani oleh beberapa anggota keluarga dan Anggota DPR RI, Rieke Dyah Pitaloka. Tampak sekali kesedihan di wajahnya. "Kami mohon semuanya dukung kami ya," kata Iti.

Rieke Dyah Pitaloka sendiri menyesalkan pemerintah yang masih saja tidak peka dengan TKI yang menghadapi masalah di negeri orang, khususnya Arab Saudi. Seperti ketika TKI asal Bekasi Ruyati akhirnya dipancung, kejadian serupa juga kini terjadi terhadap Tuti.

"DPR dari awal berpesan untuk setiap kasus seperti ini, apapun yang terjadi, harus ada pengacara. Kalau ada pengacara saya yakin sanksi yang dijatuhkan tidak maksimal," katanya.

Ketika Ruyati menghadapi proses hukum di Saudi, dia  tidak didampingi oleh pengacara melainkan hanya seorang penerjemah. Menurut Rieke, itu sama sekali tidak cukup dalam memberikan pembelaan terhadap terdakwa.

"Masalahnya itu bukan wewenang DPR, seharusnya pemerintah. Kami berupaya lewat peningkatan berbagai anggaran pendampingan. Misalnya anggaran untuk perlindungan WNI kami tambah sampai sekitar Rp1 triliun belum di Menakertrans. BNP2TKI selalu bilang tidak ada uang. Ini yang harus kita bongkar," ujarnya.

Politisi asalah PDIP itu tetap meyakinkan agar semua pihak harus terus berupaya semaksimal mungkin sebelum eksekusi benar-benar terjadi. Dia juga meminta Komnas Perempuan dan Komnas HAM untuk berbicara di tingkat internasional terkait kasus ini.

Dia melihat proses penegakan hukum di Arab Saudi tidak berjalan secara adil. "Tidak ada pertimbangan,  apa yang dilakukan majikannya itu tidak pernah dinilai secara hukum. Kemudian pemerkosaan yang dilakukan oleh 9 orang itu, itu tidak fair hanya 9 bulan. Tapi Tuti hukumannya maksimal," kata Rieke. (umi)
• VIVAnews



Bottom of Form
Top Serikat Buruh AS Minta Selidiki Suap Freeport
Freeport-McMoRan dicurigai telah melanggar Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Asing.
Kamis, 3 November 2011, 11:22 WIB
Renne R.A Kawilarang
Aksi untuk buruh Freeport (VIVAnews/Anhar Rizki Affandi)
BERITA TERKAIT
VIVAnews - Suatu serikat buruh terkemuka di AS, The United SteelWorkers (USW), awal pekan ini mengirim surat kepada Departemen Kehakiman AS agar membuka penyelidikan kasus suap atas Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.
Mengutip laporan dari media massa Indonesia dan Australia, serikat itu menuding cabang Freeport di Provinsi Papua telah menerapkan praktik suap kepada aparat keamanan setempat. 

Menurut salinan surat USW yang dimuat di laman blog The Wall Street Journal, USW meminta pemerintah AS menyelidiki kasus itu. Surat tertanggal 1 November 2011 itu ditandatangani Ben Davis, Direktur Hubungan Internasional USW, untuk ditujukan kepada Seksi Kecurangan (Fraud) di Divisi Kriminal pada Departemen Kehakiman AS.

"Saya menulis surat ini untuk meminta Departemen Kehakiman AS segera mengadakan investigasi apakah Freeport-McMoran telah melanggar Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Asing (Foreign Corrupt Practices Act) dengan menerapkan praktik yang kami yakini sebagai suap kepada pasukan keamanan di Indonesia," demikian paragraf awal surat itu.

Berkode FMCG di bursa Wall Street, Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. merupakan perusahaan tambang yang berkantor pusat di Phoenix, Arizona, yang beroperasi di sejumlah negara, salah satunya Indonesia, dengan mendirikan anak perusahaan PT Freeport Indonesia.

Menurut surat USW, polisi Indonesia seperti yang diberitakan oleh media setempat mengaku telah menerima jutaan dolar dari PT Freeport Indonesia untuk memberi keamanan bagi kegiatan perusahaan tambang itu di Papua. Surat USW itu mengutip berita dari Jakarta Globe, 28 Oktober 2011, bahwa Kapolri Jenderal Timur Pradopo merujuk pembayaran dari Freeport itu sebagai "uang makan" (lunch money), sebagai tambahan dari anggaran keamanan yang telah disediakan pemerintah.

Selain itu, lanjut surat USW, juga muncul kabar dari media massa Australia bahwa LSM penegak HAM, Kontras, memperoleh dan mempublikasikan surat dari Kepolisian Papua yang menyatakan bahwa Freeport memberi uang bulanan kepada sekitar 635 polisi dan personel militer setempat.

USW pun mengingatkan bahwa Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Asing melarang perusahaan AS untuk memberi bayaran kepada pejabat asing untuk melakukan perbuatan yang di luar kewenangan.

"Kami yakin bahwa cukup masuk akal untuk menilai bahwa pembayaran langsung oleh Freeport kepada polisi dan personel militer dalam menyediakan keamanan bagi operasionalnya, yang menambah jumlah gaji personel yang bersangkutan, sebagai tindak suap yang bertujuan untuk meminta personel yang bersangkutan agar berbuat sesuai dengan kepentingan Freeport-McMoRan bahkan walapun kepentingan itu berbenturan dengan tugas polisi dan personel militer yang wajib melindungi rakyat Indonesia, sehingga melanggar Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Asing," demikian bunyi surat itu.

Belum ada tanggapan dari Departemen Kehakiman AS atas surat dari USW itu. Menurut laman The Wall Street Journal, seorang pejabat Departemen Kehakiman AS menolak mengomentari surat itu. 

Beranggotakan 850.000 pekerja, USW merupakan serikat buruh industri terbesar di kawasan Amerika Utara. Serikat itu mewakili kepentingan anggota di AS, Kanada, dan Karibia.
Berkaitan dengan pembayaran ke aparat, Juru Bicara Freeport Indonesia, Ramdani Sirait, mengatakan bahwa isu itu bukanlah hal yang baru. Ramdani juga menyebut informasi itu sudah tertuang dalam situs resmi Freeport. "Soal dukungan Freeport untuk keamanan ada di website. Itu bukan hal baru. Transparan disebutkan besarnya."
• VIVAnews




Bocah 13 Tahun Ini Meninggal Usai Menikah
Bocah itu mengalami luka dalam dan pendarahan di organ intimnya.
Sabtu, 16 April 2011, 11:34 WIB
Pipiet Tri Noorastuti
ilustrasi pernikahan (pramod83.wordpress.com)
BERITA TERKAIT
VIVAnews - Pernikahan Ilham Mahdi al Assi dengan seorang pria berusia 23 tahun hanya bertahan empat hari. Bocah yang terpaksa mengikuti tradisi keluarga di Yaman itu tewas dengan kondisi luka dalam di area genitalnya.

Kasus itu jelas mengundang murka sejumlah lembaga perlindungan anak dan hak asasi manusia. "'Elham adalah martir penyalahgunaan kehidupan anak-anak di Yaman. Ini juga contoh jelas tentang kurangnya batasan usia perkawinan," kata Sigrid Kaag, direktur regional UNICEF, seperti dikuti Daily Mail.

Kaag mengatakan, bocah itu meninggal di rumah sakit al-Thawra, Provinsi Hajja Yaman. Empat hari setelah menjalani tradisi 'perkawinan swap' di keluarganya. Di mana saudara laki-lakinya juga menikah dengan adik perempuan suaminya.

Laporan medis yang dikeluarkan rumah sakit menyebut, bocah itu mengalami luka dalam dan pendarahan di organ intimnya. "Kami sangat kecewa dengan kasus kematian yang menimpa pengantin anak di Yaman," kata Kaag.

Praktik pernikahan di bawah umur di Yaman menarik perhatian kelompok HAM internasional. Selain kasus itu, pada September lalu, seorang bocah 12 tahun juga meninggal setelah berjuang selama tiga hari saat melahirkan.

Pernikahan muda umumnya terjadi di bawah kesepakatan untuk menghindari keharusan membayar mahar yang mahal. Agar tak mengeluarkan biaya mahar besar, orangtua pengantin pria akan bernegosiasi dengan orangtua mempelai wanita untuk menikahkan anak mereka lainnya.

Seperti terjadi pada Ilham Mahdi, di mana saudara laki-lakinya juga menikah dengan adik perempuan suaminya. Ini yang seringkali membuat sejumlah mempelai wanita harus menikah di usia sangat muda demi mencegah mahar mahal saudara pria.

Memperbaiki tradisi itu tak mudah di Yaman. Kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah menghambat upaya pendekatan untuk memberikan pemahamanan mengenai bahaya pernikahan di bawah umur.

Selain alasan mencegah mahar mahal, adat setempat juga meyakini bahwa pengantin muda dapat dibentuk menjadi seorang istri yang patuh, melahirkan banyak anak, dan dijauhkan dari godaan. Apalagi sejumlah tokoh agama menyerukan bahwa mereka yang menentang pernikahan muda dianggap murtad.

Februari 2009, pemerintah sempat menetapkan usia 17 tahun sebagai batas minimum untuk menikah. Tapi itu dicabut dan dikirim kembali ke panitia konstitusi di parlemen. Aturan itu diminta ditinjau kembali setelah beberapa politisi menyebutnya tidak Islami.

Berdasar data Departemen Sosial Yaman, lebih dari seperempat wanita di negara itu menikah sebelum usia 15. (umi)
• VIVAnews



Belum Perlu Pengadilan HAM untuk Kasus Papua
  •  
  •  
Selasa, 08/11/2011 - 21:56
JAKARTA, (PRLM).- Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso minta semua pihak fair dan hati-hati menanggapi pernyataan sejumlah pihak yang menyebutkan telah terjadi pelanggaran HAM berat di Papua sehingga perlu dibentuk pengadilan HAM.
"Harus fair dan hati-hati. Saya memandang belum perlu dibentuk pengadilan HAM untuk kasus Papua. Namun, bila ditemukan fakta bahwa memang terjadi pelanggaran HAM berat di Papua, ya pengadilan HAM perlu dilakukan," kata Priyo, Selasa (8/11).
Namun, lanjut fungsionaris Partai Golkar tersebut, belum ada fakta bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berat di Papua. Fakta itu juga tidak bersumber dari Komnas HAM saja tetapi juga dari pihak lain yang bisa dipertanggungjawabkan atau hasil pemeriksaan dan investigasi yang dilakukan memang mengindikasikan kesana. "Jangan hanya bukti sepihak seperti dari Komnas HAM, juga perlu laporan dari pihak lain," katanya.
DPR meminta agar polisi segera menuntaskan penyeledikan atas dugaan pelanggaran HAM berat yang dilakukan aparat pada warga sipil Papua, sebagaimana tuduhan dari Komnas HAM. “Yang pasti kita tidak bisa menggunakan data sepihak dari Komnas HAM saja untuk mengusut dan mengungkap kasus-kasus konflik di Papua, yang seringkali mereka tuding aparat langgar HAM berat di sana,” tegas politisi Golkar ini.
Tim investigasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan setidaknya empat pelanggaran HAM dalam insiden usai Kongres Rakyat Papua (KRP) III di Abepura beberapa waktu lalu.
Sebelumnya Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim mengatakan, terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menyatakan telah terjadi tindakan berlebihan yang berakibat pada pelanggaran HAM, sebagaimana yang dijamin dalam peraturan Undang-Undang.
Dijelaskan, investigasi Komnas HAM dilakukan 23-27 Oktober 2011 di Papua. Pelanggaran HAM itu di antaranya adalah perampasan hak untuk hidup. "Berdasarkan investigasi, tiga orang mengalami tindakan pembunuhan di luar putusan pengadilan setelah peristiwa tersebut, yakni Demianus Daniel Kadepa (23 tahun), Yakobus Samonsabra (48 tahun) dan Asa Yeuw (33 tahun)," kata Ifdhal dalam jumpa pers beberapa hari lalu.
Menurut Ifdhal, harusnya aparat keamanan cukup menangkap tanpa harus menyerbu dan tanpa menggunakan kekerasan yang mengakibatkan tiga orang itu tewas akibat terkena peluru. "Berdasarkan data, informasi, dan fakta, beberapa warga juga ditemukan telah diperlakukan dengan tidak manusiawi setelah kongres tersebut," ujar Ifdhal. (A-109/das)***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar