Jumat, 23 Desember 2011

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 1969
TENTANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1969 (LEMBARAN NEGARA TAHUN 1969 NO. 16 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NO. 2890) TENTANG BENTUK-BENTUK USAHA NEGARA MENJADI UNDANG-UNDANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a)      bahwa Perusahaan-perusahaan Negara sebagai unit ekonomi yang tidak terpisah dari sistem ekonomi Indonesia perlu segera disesuaikan pengaturan dan pembinaannya menurut isi dan jiwa Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXIII/MPRS/1966;
b)      bahwa dalam kenyataannya terdapat usaha Negara dalam bentuk Perusahaan Negara berdasarkan Undang-undang No. 19 Prp tahun 1960 yang dirasakan tidak efisien, sehingga dipandang perlu untuk segera menerbitkannya kembali;
c)      bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 tahun 1969 (Lembaran-Negara tahun 1969 No.16, Tambahan Lembaran-Negara No. 2890) tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara yang dikeluarkan atas pasal 22 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945, perlu ditetapkan menjadi Undangundang.

Mengingat:
1)      Undang-undang Dasar 1945 pasal 5 ayat (1) jo. pasal 20 ayat (1) jo. pasal 22 ayat (2) dan pasal 33;
2)      Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXIII/MPRS/1966;
3)      Indonesische Bedrijvenwet (Stbl. 1927: 419) sebagaimana yang telah beberapa kali diubah dan ditambah);
4)      Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Stbl. 1847: 23 sebagaimana yang telah beberapa kali diubah dan ditambah);
5)      Undang-undang No. 19 Prp tahun 1960 (Lembaran-Negara Republik Indonesia tahun 1960 No. 59, Tambahan Lembaran-Negara No. 1989);
6)      Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 tahun 1969 (Lembaran-Negara tahun 1969 No. 16, Tambahan Lembaran-Negara No. 2890).




Dengan Persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG,
MEMUTUSKAN:


Sambil menunggu peninjauan kembali secara keseluruhan mengenai:
a)      Indonesische Bedrijvenwet (Stbl. 1927: 419 sebagaimana yang telah beberapa kali diubah dan ditambah);
b)      Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Stbl. 1847: 23 sebagaimana yang telah beberapa kali diubah dan ditambah);
c)      Undang-undang No. 19 Prp tahun 1960 (Lembaran-Negara tahun. 1960 No. 59, Tambahan Lembaran-Negara No. 1989).


Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1969 (LEMBARAN NEGARA TAHUN 1969 NO. 16, TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NO. 2890) TENTANG BENTUK-BENTUK USAHA NEGARA MENJADI UNDANG-UNDANG

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Kecuali dengan atau berdasarkan Undang-undang, ditetapkan lain, usaha-usaha Negara berbentuk Perusahaan
dibedakan dalam:
1.      Perusahaan Jawatan disingkat PERJAN;
2.      Perusahaan Umum disingkat PERUM;
3.      Perusahaan Perseroan disingkat PERSERO.

Pasal 2
PERJAN adalah Perusahaan Negara yang didirikan dan diatur menurut ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam Indonesische Bedrijvennwet (Stbl. 1927: 419 sebagaimana yang telah beberapa kali diubah dan ditambah).
PERUM adalah Perusahaan Negara yang didirikan dan diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam Undang-undang No. 19 Prp tahun 1960.
PERSERO adalah perusahaan dalam bentuk perseroan terbatas seperti diatur menurut ketentuan-ketentuan.Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Stbl. 1847: 23 sebagaimana yang telah beberapa kali diubah dan ditambah), baik yang saham-sahamnya untuk sebagiannya maupun seluruhnya dimiliki oleh Negara.

Pasal 3
(1) Penyertaan Negara dalam suatu PERSERO sebagaimana yang tersebut dalam pasal 2 ayat (3) Undangundang ini berupa dan berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan.
(2) Pemisahan kekayaan Negara untuk dijadikan modal penyertaan Negara dalam PERSERO dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Cara-cara penyertaan dan penatausahaan pemilikan Negara atas PERSERO akan diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.

BAB II
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 4

Semua Perusahaan Negara yang didirikan berdasarkan Undang-undang No. 19 Prp tahun 1960 yang akan dialihkan ke dalam bentuk PERJAN dan PERSERO sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal 2 ayat-ayat (1) dan (3) Undang-undang ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, dengan ketentuan bahwa kekayaan. Negara yang telah tertanam dalam Perusahaan Negara yang bersangkutan dapat dilanjutkan kegunaannya langsung dalam perusahaan penggantinya itu.

BAB III
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 5
Undang-undang ini dapat disebut "Undang-undang tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara 1969."
Pasal 6
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 7
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkannya.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.





Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 1 Agustus 1969
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SOEHARTO
Jenderal TNI
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 1 Agustus 1969

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
ALAMSJAH
Mayor Jenderal TNI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1969 NOMOR 40


PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 1969
TENTANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1969 (LEMBARAN- NEGARA TAHUN 1969 No. 16 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA No. 2890) TENTANG BENTUK-BENTUK USAHA NEGARA MENJADI UNDANG-UNDANG.

PENJELASAN UMUM

A. Sebagaimana diketahui bahwa pada waktu yang lalu dengan Undang-undang No. 19 Prp tahun 1960 telah diusahakan adanya keseragaman dalam cara mengurus dan menguasai serta bentuk hukum dari usaha Negara yang ada pada waktu itu. Usaha untuk menyeragamkan baik mengenai cara mengurus dan menguasai maupun mengenai bentuk hukum dari usaha-usaha Negara tersebut walaupun secara formal telah terpenuhi, tetapi secara materiil masih terdapat banyak kesulitan, antara lain karena Undang-undang No. 19 Prp tahun 1960 tidak atau belum terlaksana seluruhnya. Dalam kenyataannya terdapat usaha Negara dalam bentuk Perusahaan Negara menurut Undang-undang No. 19 Prp tahun 1960 yang secara ekonomis dirasakan tidak effisien. Dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXIII/MPRS/1966 telah digariskan suatu ketentuan, bahwa peranan Pemerintah dalam bidang ekonomi harus lebih ditekankan pada pengawasan arah kegiatan ekonomi dan bukan pada penguasaan yang sebanyak mungkin dari kegiatan-kegiatan ekonomi. Dalam rangka pembinaan dan pengendalian usahausaha Negara, Ketentuan tersebut diselenggarakan dengan mempergunakan azas-azas de-birokratisasi dalam pengawasannya dan de-konsentrasi dalam pengurusan/pengelolaannya. Di samping ketentuan tersebut di atas, telah pula digariskan bahwa azas-azas effisiensi harus pula menjadi patokan Pemerintah dalam kegiatannya dalam bidang ekonomi. Dalam rangka pelaksanaan ketentuan-ketentuan termaksud dalam Ketetapan M.P.R.S. No. XXIII/MPRS/1966 tersebut di atas, oleh Pemerintah berdasarkan Instruksi Presiden No. 17 tahun 1967 telah digariskan kebijaksanaan untuk menggolongkan/membedakan usahausaha Negara secara tegas-tegas dalam tiga bentuk, yakni Perusahaan (Negara) Jawatan, Perusahaan (Negara) Perseroan dan Perusahaan (Negara) Umum. Dalam hubungan dengan Instruksi Presiden tersebut di atas Departemen-departemen yang membawahi Perusahaan-perusahaan Negara telah mengadakan langkah-langkah persiapan yang diperlukan kearah penggolongan Perusahaan-perusahaan Negaranya kedalam ketiga bentuk ini. Penertiban dan penggolongan kembali Perusahaan-perusahaan Negara ke dalam ketiga bentuk usaha Negara termaksud di atas didasarkan pula atas kenyataan bahwa tidak semua usaha dan kegiatan dari usaha-usaha Negara sebagai suatu perusahaan dapat diusahakan secara ekonomis dalam bentuk Perusahaan Negara sebagaimana yang dimaksudkan dalam Undangundang No. 19 Prp tahun 1960.


B. Dengan berlakunya Undang-undang ini maka yang dimaksud dengan Perusahaan Negara ialah:

a.    Semua perusahaan yang didirikan dan diatur menurut ketentuan-ketentuan I.B.W. (Stbl. 1927 :419); perusahaan ini dinamakan PERJAN.
b.    Semua perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas yang diatur menurut hukum Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Stbl. 1847 : 23) baik yang saham-sahamnya untuk seluruhnya maupun untuk sebagiannya dimiliki oleh Negara dari kekayaan Negara yang dipisahkan; perusahaan ini dinamakan PERSERO.
c.    Semua perusahaan yang modalnya seluruhnya dimiliki oleh Negara dari kekayaan Negara yang dipisahkan dan yang tidak dibagi atas saham-saham yang didirikan dan diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang No. 19 Prp tahun 1960; perusahaan ini dinamakan PERUM.

Baik Indonesische Bedrivemenwet (Stbl. 1927 : 419). Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Stbl. 1947 : 23) maupun Undang-undang No. 19 Prp tahun 1960 sampai saat ini masih tetap berlaku. Karena itulah inti yang terkandung dalam Undang-undang ini adalah bahwa Pemerintah dapat mengadakan usaha-usaha Negara di luar yang telah ditentukan dalam Undang-undang No. 19 Prp tahun 1960 dan oleh karena itu sistimatik Undang-undang ini hanya penunjukan saja kepada peraturan perundang-undangan tersebut sebagai wadah hukum bagi usaha-usaha Negara menurut bentuk dan sifat usahanya masing-masing usaha-usaha Negara menurut bentuk dan sifat usahanya masing-masing. Dengan sendirinya ketiga wadah-wadah hukum tersebut di atas, seperti:

a.       Indonesische Bedrivenwet (Stbl. 1927 : 419 sebagaimana yang telah beberapa kali diubah dan ditambah);
b.      Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Stbl. 1847 : 23 sebagaimana yang telah beberapa kali diubah dan ditambah);
c.       Undang-undang No. 19 Prp tahun 1960 (Lembaran Negara tahun 1960 No. 59, Tambahan Lembaran Negara No. 1979);

pada waktunya masih perlu ditinjau kembali sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan hukum dimasamasa yang akan datang. Usaha-usaha Negara di luar ketiga bentuk ini (PERJAN, PERSERO dan PERUM) bukanlah perusahaan menurut Undang-undang ini. Dengan demikian bagi usaha-usaha Negara yang baru akan didirikan menurut Undang-undang ini, maka pendirian dan pengaturannya haruslah menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi jenis usaha Negara yang bersangkutan. Sebagai ketentuan peralihan di dalam Undang-undang ini ditetapkan bahwa bagi usaha-usaha Negara yang semula didirikan berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang No. 19 Prp tahun 1960 dan yang akan dialihkan bentuknya ke dalam bentuk PERJAN atau PERSERO, pelaksanaannya akan dilakukan dengan Peraturan Pemerintah. Hal-hal yang berhubungan dengan masalah-masalah perburuhan akan diatur lebih lanjut dalam ketentuan perundang-undangan tersendiri. Hal ini sejalan dan untuk menampung ketentuan pada pasal 32 Undang-undang No. 19 Prp tahun 1960 yang menetapkan bahwa pembubaran perusahaan Negara yang sedemikian ini harus dilakukan dengan Peraturan Pemerintah, sebab pengalihan bentuk ini pada hakekatnya berarti membubarkan Perusahaan Negara (badan hukum) yang semula. Sedangkan bagi Perusahaan Negara dengan bentuk yang sedemikian ini tidak dialihkan ke dalam bentuk PERJAN atau PERSERO, dengan sendirinya bentuk selanjutnya disebut sebagai PERUM. Bagi usaha-usaha Negara yang sudah didirikan berdasarkan dan atau sudah tunduk kepada ketentuan-ketentuan I.B.W.
(Stbl. 1927 : 419) atau hukum perseroan terbatas menurut Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Stbl. 1847 : 23) tidak diperlukan adanya ketentuan peralihan, selain dari menyebutkan bentuknya sebagai PERJAN atau PERSERO. Perusahaan-perusahaan ini tetap melakukan tugas dan kewajibannya dengan kedudukan dan bentuk hukum yang telah dimilikinya secara sah dan selanjutnya tunduk kepada ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi PERJAN atau PERSERO.

PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Walaupun modal penyertaan Negara dalam PERSEROAN berupa dan berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan, namun mengingat bahwa pemisahan kekayaan Negara untuk dijadikan modal PERSERO merupakan penanaman kekayaan Negara, di mana masalah penanaman kekayaan Negara ini sangatlah erat hubungannya dengan kebijaksanaan keuangan Negara, maka dianggap perlu untuk menyentralisasikan penatausahaan pemilikan Negara atas perusahaan-perusahaan tersebut; hal mana akan diatur dalam suatu Peraturan Pemerintah. Dalam Peraturan-peraturan Pemerintah dimaksud akan dimuat hal-hal lainnya yang perlu diatur yakni mengenai tata-cara, penyertaan modal saham Negara dalam PERSERO, dan kedudukan perburuhan.

Pasal 4
Menurut ketentuan pasal 32 Undang-undang No. 19 Prp tahun 1960, maka secara formil dengan pengalihan bentuk ini, Perusahaan Negara yang bersangkutan harus dilikuidir dan hasil likuidasinya harus disetor ke Kas Negara. Dengan ketentuan peralihan ini dimungkinkan penggunaan kekayaan Perusahaan yang lama oleh Perusahaan yang baru/penggantinya akan tetapi yang diberi bentuk hukum yang lain. Untuk Perusahaan yang akan dialihkan bentuknya, tetap harus dibuat/disusun neraca likuidasinya. Neraca likuidasi ini harus diperiksa oleh Direktorat Akuntan Negara, dan disahkan oleh Menteri yang bersangkutan.

Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2904

Minggu, 18 Desember 2011

TEORI PERMINTAAN DAN TEORI PENAWARAN


TEORI PERMINTAAN (DEMAND)
Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah
permintaan dan harga. Berdasarkan ciri hubungan antara permintaan dan harga
dapat dibuat grafik kurva permintaan
Permintaan adalah kebutuhan masyarakat / individu terhadap suatu jenis
barang tergantung kepada factor-faktor sebgai berikut:
1. Harga barang itu sendiri
2. Harga barang lain
3. Pendapatan konsumen
4. Cita masyarakat / selera
5. Jumlah penduduk
6. Musim / iklim
7. Prediksi masa yang akan dating
Hukum permintaan ( The Law of demand)
Pada hakikatnya makin rendah harga suatu barang maka makin banyak
permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya, makin tinggi harga suatu
barang maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut.
Dari Hypotesa di atas dapat disimpulkan, bahwa:
1. Apabila harga suatu barang naik, maka pembeli akan mencari barang lain
yang dapat digunakan sebagai pengganti barang tersebut, dan sebaliknya
apabila barang tersebut turun, konsumen akan menambah pembelian
terhadap barang tersebut.
2. Kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil konsumsn berkurang,
sehingga memaksa konsumen mengurangi pembelian, terutama barang
yang akan naik harganya.
Pengaruh Faktor bunga harga terhadap permintaan
o Harga barang lain
Hubungan suatu barang dengan barang lain dapat dibedakan menjadi 3
(tiga) golongan:
a. Barang pengganti / barang subsidi, yaitu apabila suatu barang dapat
menggantikan fungsi barang lain.
Contoh : Miyak tanah dan gas
Harga barang subsidi dapat mempengaruhi permintaan terhadap
barang yang digantikannya.
b. Barang pelengkap / Complementer, yaitu apabila suatu barang
selalu digunakan secara bersama.
Cintoh : gula dan kopi
c. Barang yang tidak saling berhubungan
Contoh : kapal terbang dengan sandal jepit
o Pendapatan Konsumen
Berhubungan pendapatan konsumen akan menimbulkan perubahan
permintaan terhadap berbagai jenis barang.
Jenis barang dapat dibedakan menjadi 2 (Dua) macam, yaitu :
1. Barang normal, yaitu barang yang permintaannya akan meningkat
apabila pendapatan konsumen naik
Barang mewah / barang lux, barang kebutuhan sehari-hari
2. Barang inferior / barang bermutu rendah, yaitu barang yang
diminta konsumen berpenghasilan rendah, apabila pendapatan
konsumen tersebut naik maka permintaan terhadap barang inferior
akan menurun.
o Corak distribusi pendapatan
Jika Pemerintah menaikan pajak pada orang kaya, untuk menaikan
pendapatan yang berpenghasilan rendah, maka corak permintaan
barang berubah.
o Cita rasa masyarakat / selera
Perubahan cita rasa masyarakat akan merubah permintaan terhadap
suatu barang
o Jumlah Penduduk
Pertambahan penduduk akan diakui oleh adanya kesempatan kerja.
Dengan demikian akan merubah daya beli masyarakat, selanjutnya
akan menambah permintaan berbagai barang.
o Prediksi masa yang akan datang
Jika konsumen memprediksi akan adanya kenaikan harga suatu barang
dimasa yang akan datang, maka permintaan terhadap barang tersebut
meningkat.
B. TEORI PENAWARAN (SUPPLY)
Adanya permintaan masyarakat terhadap suatu barang belum memenuhi syarat
terjadinya transaksi di dalam pasar, maka perlu adanya penawaran dari
produsen / penjual.
Keinginan para penjual dalam menawarkan barang ada berbagai tingkat harga
ditentukan oleh beberapa factor penting, yaitu:
1. Harga barang itu sendiri
2. Harga-harga barang lain
3. Biaya produksi
4. Tujuan perusahaan
5. Tingkat produksi yang digunakan
Hukum penawaran adalah suatu pernyataan yang menjelaskan tentang sifat
hubungan antara harga suatu barang dan jumlah barang tersebut ditawarkan
pada penjual. Hukum penawaran pada dasarnya menyatakan bahwa semakin
tinggi harga suatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut akan
ditawarkan oleh para penjual. Sebaliknya semakin rendah harga suatu barang
semakin sedikit jumlah barang tersebut yang ditawarkan.
Pengaruh bukan harga terhadap penawaran
a. Harga barang lain
Barang subtitusi maupun complementer akan mempengaruhi suatu barang
yang dibutuhkan masyarakat. Jika harga barang import naik masyarakat
cenderung untuk membeli barang buatan dalam negeri. sehingga
mendorong produsen dalam negeri untuk menambah produksinya, maka
penawaran harga tersebut meningkat.
b. Biaya produksi
Jika biaya untuk memperoleh faktor produksi tinggi, maka perusahaan
akan rugi, bahkan akan menutup perusahaannya, sehingga barang yang
diproduksinya akan menurun.
c. Tujuan Produksi
Setiap perusahaan mempunyai tujuan memeksimumkan keuntungan,
sehingga perusahaan menggunakan kapasitas produksinya secara
maksimal, tetapi menggunakan pada tinggkat kapasitas yang
memaksimumkan keuntungan sehingga penawaran akan kecil.
d. Tingkat Teknologi
Kemajuan teknologi akan mengakibatkan:
- Produksi akan bertambah cepat
- Biaya produksi semakin rendah, keuntungan akan bertambah.
Dengan demikian kemajuan teknologi cenderung menaikan
penawaran.

ARTIKEL TENTANG PENANGGULANGAN GANGGUAN ASUMSI KLASIK “NORMALITAS”


ARTIKEL TENTANG PENANGGULANGAN GANGGUAN ASUMSI KLASIK “NORMALITAS”

Uji normalitas adalah untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Jadi uji normalitas bukan dilakukan pada masing-masing variabel tetapi pada nilai residualnya. Sering terjadi kesalahan yang jamak yaitu bahwa uji normalitas dilakukan pada masing-masing variabel. Hal ini tidak dilarang tetapi model regresi memerlukan normalitas pada nilai residualnya bukan pada masing-masing variabel penelitian.

Pengertian normal secara sederhana dapat dianalogikan dengan sebuah kelas. Dalam kelas siswa yang bodoh sekali dan pandai sekali jumlahnya hanya sedikit dan sebagian besar berada pada kategori sedang atau rata-rata. Jika kelas tersebut bodoh semua maka tidak normal, atau sekolah luar biasa. Dan sebaliknya jika suatu kelas banyak yang pandai maka kelas tersebut tidak normal atau merupakan kelas unggulan. Pengamatan data yang normal akan memberikan nilai ekstrim rendah dan ekstrim tinggi yang sedikit dan kebanyakan mengumpul di tengah. Demikian juga nilai rata-rata, modus dan median relatif dekat.

Pada dasarnya untuk melakukan uji normalitas data dapat menggunakan analisis grafik, histogram, maupun analisis statistik.
 
§           Pada analisis grafik normal plot, bila grafik normal plot menunjukan data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka dapat disimpulkan bahwa model regresi linear berganda memenuhi asumsi normalitas. Akan tetapi dengan hanya melihat gambar saja yakni melalui grafik histogram dan normal plot untuk menetukan normal atau tidaknya data, sangatlah bersifat fatal.

§           Uji statistik, apakah data berdistribusi normal atau tidak yakni salah satunya menggunakan uji skewness dan kurtosis. Yang diuji adalah unstandardized residual dari penelitian.
Melalui perhitungan nilai Zskewness dan Zkurtosis diatas, Apabila nilai Zskewness dan Zkurtosis ini berada diantara -2 sampai +2, maka data dapat dikatakan berdistribusi normal. Pengujian dengan SPSS dilakukan dengan menu Analyze, lalu klik Descriptive Statistics, pilih menu Descriptives. Data yang akan diuji normalitasnya (unstandardized residual hasil regresi) dipindah dari kotak kiri ke kanan, lalu tekan Options. Klik pada Distribution yaitu Skewness dan Kurtosis, tekan Continue, lalu tekan OK.

§         Uji statistik lainnya dengan menggunakan tes KolmogorovSmirnov (disebut juga  uji Lilliefors). Yang diuji adalah unstandardize residual dari penelitian, apabila nilai significant 2 tailed  > 0,05 maka data dikatakan berdistribusi normal. apabila nilai significant 2 tailed  < 0,05 maka data dikatakan tidak berdistribusi normal.
Pengujian dengan SPSS dilakukan dengan nonparametric tests, lalu pilih 1-sample K-S, masukkan data dari kotak kiri ke kanan, test distribution pilih normal, lalu ok.
>>     pada dasarnya tidak semua data penelitian bedistribusi normal. Apabila tidak berdistribusi normal dapat dinormalkan dengan 3 cara :

1.     Menambah data penelitian.
2.     Melakukan transformasi data, yakni mengubah data kedalam bentuk log natural (Ln). Kelemahan dari transformasi data tidak dapat digunakan bagi data yang bernilai negatif.
3.     Melakukan uji  outlier, membuang data yang bersifat ekstrim, yaitu data yang terlihat lain dari data yang lainnya.
KESIMPULAN DARI REGRESI YANG MENGALAMI GANGGUAN “NORMALITAS”

§  JIKA DILIHAT DARI PROGRAM SPSS DAN SESUAI DENGAN ASUMSI TENTANG NORMALITAS, MAKA DAPAT DILIHAT PADA TABEL 1 SAMPLE K.S DIMANA ANGKA YANG TERLETAK PALING BAWAH DAN PALING KANAN YAITU ASYMP SIG. (2-TAILED) LEBIH BESAR DARI 0.050 MAKA DISTRIBUSI DATA TERSEBUT NORMAL.
HASIL DARI OUTPUT MENUNJUKAN BAHWA NILAI ASYMP SIG. (2-TAILED) YAITU SEBESAR 0.046.

= 0.046 < 0.050 (LEBIH KECIL DARI 0.050)

MAKA DIPASTIKAN DISTRIBUSI DATA TERSEBUT TIDAK NORMAL.

§  DAN JIKA DI LIHAT DARI TABEL MELALUI TABEL DESCRIPTIVE STATISTICS, APABILA  PERHITUNGAN NILAI ZSKEWNESS DAN ZKURTOSIS INI BERADA DIANTARA -2 SAMPAI +2, MAKA  MAKA DIPASTIKAN DISTRIBUSI DATA TERSEBUT NORMAL.

§  TERLIHAT BAHWA BESAR NILAI RASIO SKEWNESS YAITU 3.010 / 0.512 = 5.879; SEDANGKAN BESAR NILAI RASIO ZKURTOSIS 11.239 / 0.992 = 11.329. KARENA BESAR NILAI RASIO ZSKEWNESS DAN ZKURTOSIS INI TIDAK BERADA DIANTARA -2 SAMPAI +2, MAKA  MAKA DIPASTIKAN DISTRIBUSI DATA TERSEBUT TIDAK NORMAL.

KESIMPULAN DARI REGRESI YANG TIDAK MENGALAMI GANGGUAN “NORMALITAS”

§  JIKA DILIHAT DARI PROGRAM SPSS DAN SESUAI DENGAN ASUMSI TENTANG NORMALITAS, MAKA DAPAT DILIHAT PADA TABEL 1 SAMPLE K.S DIMANA ANGKA YANG TERLETAK PALING BAWAH DAN PALING KANAN YAITU ASYMP SIG. (2-TAILED) LEBIH BESAR DARI 0.050 MAKA DISTRIBUSI DATA TERSEBUT NORMAL.
HASIL DARI OUTPUT MENUNJUKAN BAHWA NILAI ASYMP SIG. (2-TAILED) YAITU SEBESAR 0.046.

= 0.046 < 0.050 (LEBIH KECIL DARI 0.050)

MAKA DIPASTIKAN DISTRIBUSI DATA TERSEBUT TIDAK NORMAL.

§  DAN JIKA DI LIHAT DARI TABEL MELALUI TABEL DESCRIPTIVE STATISTICS, APABILA  PERHITUNGAN NILAI ZSKEWNESS DAN ZKURTOSIS INI BERADA DIANTARA -2 SAMPAI +2, MAKA  MAKA DIPASTIKAN DISTRIBUSI DATA TERSEBUT NORMAL.

§  TERLIHAT BAHWA BESAR NILAI RASIO SKEWNESS YAITU 3.010 / 0.512 = 5.879; SEDANGKAN BESAR NILAI RASIO ZKURTOSIS 11.239 / 0.992 = 11.329. KARENA BESAR NILAI RASIO ZSKEWNESS DAN ZKURTOSIS INI TIDAK BERADA DIANTARA   -2 SAMPAI +2, MAKA  MAKA DIPASTIKAN DISTRIBUSI DATA TERSEBUT TIDAK NORMAL.

KESIMPULAN DARI REGRESI YANG MENGALAMI GANGGUAN “NORMALITAS”

§  SALAH SATU SOLUSI UNTUK MEMPERBAIKI NORMALITAS YAITU MELAKUKAN TRANSFORMASI DATA, YAKNI MENGUBAH DATA KEDALAM BENTUK LOG NATURAL DENGAN MEMASUKKAN LAG DALAM TABEL TERIKAT (Y).
DAPAT DILIHAT BAHWA LAG VARIABEL ADALAH DENGAN MENGGESER KEBAWAH DATA Y PANA NO.1 MENJADI NO.2 PADA LAG, DAN NO 2 PADA Y MENJADI NO.3 PADA LAG DAN SETERUSNYA. MAKA DATA NO.1 PADA LAG ADALAH KOSONG, SEHINGGA DATA BERKURANG 1, SETELAH ITU KITA LAKUKAN REGRESI KEMBALI SAMA PADA DATA YANG PERTAMA.

§  JIKA DILIHAT DARI PROGRAM SPSS DAN SESUAI DENGAN ASUMSI TENTANG NORMALITAS, MAKA DAPAT DILIHAT PADA TABEL 1 SAMPLE K.S DIMANA ANGKA YANG TERLETAK PALING BAWAH DAN PALING KANAN YAITU ASYMP SIG. (2-TAILED) LEBIH BESAR DARI 0.050 MAKA DISTRIBUSI DATA TERSEBUT NORMAL.
HASIL DARI OUTPUT KEDUA MENUNJUKAN BAHWA NILAI ASYMP SIG. (2-TAILED) YAITU SEBESAR 0.638.

= 0.638 > 0.050 (JAUH LEBIH BESAR DARI 0.050)

MAKA DIPASTIKAN DISTRIBUSI DATA TERSEBUT NORMAL.

§  DAN JIKA DI LIHAT DARI TABEL MELALUI TABEL DESCRIPTIVE STATISTICS, APABILA  PERHITUNGAN NILAI ZSKEWNESS DAN ZKURTOSIS INI BERADA DIANTARA -2 SAMPAI +2, MAKA  MAKA DIPASTIKAN DISTRIBUSI DATA TERSEBUT NORMAL.

§  TERLIHAT BAHWA BESAR NILAI RASIO SKEWNESS YAITU 0.350 / 0.524 = 0.667; SEDANGKAN BESAR NILAI RASIO ZKURTOSIS - 0.362 / 1.014 = - 0.357. KARENA BESAR NILAI RASIO ZSKEWNESS DAN ZKURTOSIS INI BERADA DIANTARA   -2 SAMPAI +2, MAKA  MAKA DIPASTIKAN DISTRIBUSI DATA TERSEBUT NORMAL.

§  IMPLIKASINYA ADALAH MODEL TERSEBUT TELAH TERBEBAS DARI GANGGUAN NORMALITAS.